Info Lengkap Tentang Budidaya Ikan Sidat Indonesia
Tampilkan postingan dengan label Prospek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Prospek. Tampilkan semua postingan

20140401

Korsel Tertarik Investasi Budidaya Sidat di Indonesia

Halali Sahri No comments
Korea Selatan berencana berinvestasi di Indonesia untuk mengembangkan komoditas ikan sidat. Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sarifin, mengatakan investasi itu bernilai sekitar Rp 5 miliar.

Dalam merespons rencana Korea ini, Sarifin telah menawarkan dua opsi kepada Korea. Sebab, lahan yang akan digunakan untuk budidaya ikan sidat itu merupakan milik pemerintah. Dia mengatakan, berdasarkan peraturan terdapat dua opsi, yakni pembagian persentase dan penyewaan lahan.

“Saya ambil opsi sewa. Karena kalau mereka tidak sukses, negara sudah diuntungkan dengan harga sewa lahan sekian ratus juta,” katanya kepada Tempo, Ahad, 24 November 2013.

Sidat sangat diminati pasar internasional, terutama Korea, Jepang, Taiwan, dan Cina. Permintaan sidat di pasaran internasional bisa mencapai 300 ribu ton per tahun.

Sarifin menuturkan, jika kerja sama ini berjalan, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan, yaitu ikan sidat bisa dikembangkan di Indonesia dengan baik. Keuntungan lainnya adalah dapat terjadi transfer teknologi mengenai budidaya, pemberian pakan dan lainnya. Sehingga terjadi pula transfer ilmu pengetahuan mengenai budidaya ikan sidat.

Namun, Sarifin belum bisa menyebutkan volume produksi ikan sidat. Kerja sama investasi budidaya ikan sidat ini adalah yang pertama kali untuk jenis ikan budi daya tersebut.

Pengembangan komoditi ikan sidat hingga saat ini masih terhambat karena belum ada teknologi untuk pemijahan (pengawinan). Keterbatasan ini menyebabkan harga sidat di pasaran menjadi cukup tinggi. Ikan sidat mengandung gizi yang tinggi berupa vitamin A, kandungan EPA rata-rata lebih tinggi. Kandungan DHA ikan sidat 1.337 miligram per 100 gram. (Sumber : Tempo)

Budidaya Sidat Tembus Pasar Jepang

Halali Sahri No comments
Peluang Bisnis - Sejauh ini, Sidat yang bernama latin Anguilla sp belum banyak yang membudidayakan. Tidak banyak yang menyangka, budidaya ikan yang sekilas mirip ular tanpa sisik itu memiliki peluang cukup menjanjikan. Seperti yang dilakukan oleh Syaiful, ribuan ekor Sidat dipeliharanya di bawah rumahnya. Memang agak tidak biasa, Syaiful membangun rumah tepat di bantaran Sungai Jali yang ada di Desa Tunggulrejo Kecamatan Ngombol Purworejo. Sekilas, Sidat mirip ikan belut. Namun ikan ini bisa tubuh lebih panjang dan besar. Bahkan, panjangnya ada yang mencapai 50 sentimeter. Bagi yang tidak biasa, akan merasa geli jika melihat Sidat. Siapa sangka, ikan yang memiliki habitat di air tawar ini justru sangat digemari warga Jepang. Dari kajian dan penelitian, Sidat memang memiliki citarasa yang lezat. Ikan ini juga memiliki kandungan gizi cukup tinggi. Syaiful, 45 menuturkan, dirinya sengaja merelakan rumahnya dihuni ribuan Sidat tersebut. Dia memang mengubah rumahnya menjadi kolam penangkaran Sidat.

Dengan serius, dia menekuni usaha pembudidayaan sidat bersama beberapa warga lainnya. Rumah sederhana tersebut kini bersekat-sekat dan terbagi menjadi belasan kolam dengan berbagai ukuran. Masing-masing kolam berisi ratusan ekor sidat dengan berbagai ukuran."Nantinya Sidat ini akan diekspor ke Jepang. Di sana, Sidat yang diolah, harganya bisa mencapai Rp 200 ribu per kilogram. Kami bersiap menyambut panen perdana," paparnya, pekan lalu (8/2).

M Gufron, 19, karyawan Syaiful yang bertugas merawat dan menjaga Sidat. Dia menjelaskan, secara teknis pembudidayaan Sidat yang ditekuninya masih sebatas pembesaran bukan pembibitan. Setelah Sidat dewasa dan beratnya mencukupi, pemilik Sidat baru menangguk untung dengan hasil penjualan ke luar negeri.Menurut Gufron, ikan tersebut mulai dipanen saat memiliki berat 100-200 gram per ekor. Sidat dengan berat tersebut memerlukan waktu pemeliharaan sekitar enam hingga delapan bulan.

Budidaya Sidat cukup menggiurkan. Karena harganya yang cukup bagus. Selain itu permintaan dari luar negeri sangat tinggi. Bahkan, mencapai 200 kilogram per bulan.Ditambahkan, dia merawat bibit Sidat yang ditangkap Rojikan, 60, ayahnya. Bibit Sidat yang ditangkap  di alam bebas, kemudian dimasukkan ke dalam kolam dan dipelihara. "Harus rutin memberi makan Sidat dengan pelet daging ikan kakap. Satu kolam berisi 100-200 Sidat, biasanya menghabiskan 25 kilo pelet selama tiga hari," jelasnya.

Sidat memiliki habitat air yang mengalir. Sehingga setiap kolam dibutuhkan saluran air yang terus-menerus mengalir dengan cara dipompa. Karena itu, mereka memanfaatkan dua jet pump dan empat unit pompa air ukuran sedang.Gufron mengakui, ada sedikit kesulitan dalam membudidayakan sidat. Terutama saat listrik mati dan air tidak mengalir. Kolam akan menjadi keruh.

Kejadian seperti itu justru membahayakan kesehatan ikan di mana angka kematian Sidat semakin tinggi.Warga lain, Rojikan menuturkan, budidaya Sidat yang ada di wilayah desanya sangat menjanjikan dan memberikan penghasilan tambahan bagi warga sekitar. Sejak ada peternakan Sidat, dia dan beberapa warga desa memiliki pekerjaan sampingan menangkap Sidat dari Sungai Jali.

"Setiap hari, kami mencari bibit di sungai. Kalau bukan musimnya, setiap hari rata-rata bisa menangkap setengah kilogram bibit Sidat. Tapi kalau lagi musimnya, bisa sampai dua kilogram per hari," papar Rojikan.Hasil tangkapan bibit Sidat lalu dijual pada pemilik peternakan. Setiap kilogram bibit Sidat dihargai Rp 120 ribu. Musim penghujan tidak menjadi kendala bagi Rojikan dan rekannya mencari Sidat di Sungai Jali. Justru saat musim hujan, bibit Sidat lebih gampang ditangkap. Karena sering muncul ke permukaan dengan jumlah cukup banyak. "Saat ditangkap, warnanya coklat. Nanti kalau sudah lama dipelihara di kolam, warnanya jadi hitam gelap," imbuhnya.(radar jogja)
Share this post :

Budi Daya Sidat Peluang Ekspor yang Sangat Menggiurkan

Halali Sahri No comments
Ikan sidat (Anguilla sp) mungkin tidak dikenal oleh banyak orang di sini. Tapi, di berbagai negara ikan sidat jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal.

Ikan sidat adalah sejenis belut, namun bentuknya lebih panjang dan besar. Ada yang mencapai 50 cm. Memang tidak enak dilihat. Tapi siapa sangka, konsumen asing menganggap cita rasa ikan sidat enak dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kalau di restoran Jepang, ikan ini sebutannya Unagi.

Kandungan vitamin A mencapai 4.700 IU/100 gram, sedangkan hati ikan sidat lebih tinggi lagi, yaitu15.000 IU/100 gram. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram.

Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram.

Teknologi budi daya masih baru di Indonesia. Budi daya ikan sidat di Indonesia baru ditemukan sekitar tahun 2007 oleh Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang, yang merupakan UPT Ditjen Perikanan Budi Daya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Padahal ikan sidat sudah cukup lama dibudidayakan di Jepang dan Thailand. Asal tahu saja, pengembangan budi daya kedua negara menggunakan benih dari Indonesia. “Melihat permintaan pasar dunia yang sangat besar mendorong kami untuk melakukan penelitian budi daya ikan sidat,” kata Kepala Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang Made Suitha.

Sidat kini menjadi salah satu peluang bisnis yang sangat besar. Ekspor ikan sidat terutama ke Macau, Taiwan, Jepang, China dan Hongkong. Potensi pasar negara lain yang belum digarap antara lain Singapura, Jerman, Italia, Belanda dan Amerika Serikat.
Peluang ekspor dari Indonesia kian terbuka lebar. Produksi ikan sidat dari Jepang dan Taiwan mulai terbatas karena kekurangan bahan. Kedua negara otomatis mengurangi ekspor, sedangkan produksi ikan sidat dari China diketahui menggunakan zat kimia.
Negara produsen ikan sidat akhirnya mencari alternatif pasar benih, termasuk dari Indonesia. “Tapi Indonesia tidak akan menjual benih, lebih baik dikembangkan di sini sehingga investor dari luar juga datang,” tegas Made.

Harga ikan memang sangat menggiurkan. Harga di tingkat petani ikan sidat untuk elver dengan harga jual antara Rp. 250.000/kg. Untuk ukuran 10-20 gram berkisar antara Rp 20.000-Rp 40.000/kg, sedangkan ukuran konsumsi >500 gram untuk jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal rata-rata Rp 75.000/kg; jenis Anguilla marmorata Rp 125.000-Rp 175.000/kg.

Bantuan Teknologi
Pengembangan budi daya ikan sidat di Pandu Karawang sangat berhasil. Made mengungkapkan bahwa harga ikan yang cukup tinggi menarik masyarakat untuk membudidayakan ikan sidat. Bahkan Pandu Karawang siap memberikan bantuan dalam bentuk teknologi budi daya bagi masyarakat yang ingin berwirausaha. Saat ini, beberapa kelompok masyarakat melakukan pembudidayaan ikan sidat di tambak Pandu Karawang, namun juga ada yang perorangan. “Kami menyediakan lahan yang bisa disewa maksimal dua tahun. Setelah itu mereka harus mandiri, untuk memberi kesempatan pada masyarakat lain yang ingin belajar budi daya ikan sidat,” jelas Made.

Budi daya ikan sidat relatif tidak sulit. Apalagi rasio hidup sangat tinggi, sekitar 90 persen, karena punya data tahan kuat terhadap penyakit. Made mengemukakan, lamanya budi daya ikan sidat tergantung ukuran benih. Dia mengatakan, paling banyak yang dibudidayakan adalah ukuran 200 gram untuk menghasilkan panen ukuran > 500 gram. Lama budi daya maksimal lima bulan.

Tingkat produktivitasnya juga cukup bagus. Untuk satu ton benih, diperkirakan bisa menghasilkan 5 ton ikan sidat. Sekarang, semakin banyak investor yang berkeinginan membudidayakan ikan sidat, sebab, budi daya ikan sidat dipastikan menguntungkan. 

Ikan Sidat Lokal Jadi Kabayaki

Halali Sahri No comments
Saban tahun setiap Juli terdapat hari yang selalu dinantikan warga Jepang. Dialah hari do you no ushi no hi. Bukan tanpa musabab hari tersebut menjadi hari idaman di saat Jepang memasuki musim panas. Saat itu merupakan kalender tahunan bagi hampir seluruh warga Jepang untuk menikmati beragam olahan sidat, terutama sidat panggang atau unagi kabayaki.

Budaya menyantap sidat panggang setiap musim panas itu menurut Shoji Takaoka dari Restaurant Express Co.Ltd, Jepang, sudah berlangsung sejak 1750. Tujuannya supaya stamina tubuh fit. Catatan tertua mengenai makanan sidat sendiri termaktub dalam Man’you-shuu, sebuah buku puisi abad ke-8.

Tidak hanya kelezatan yang membuat, sidat disukai. Menurut Prof Dr Rokhmin Dahuri MS, Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan InstitutPertanian Bogor (IPB), sidat kaya nutrisi. Contoh, sidat memiliki kandungan EPA (eicosapentaenoic acid) mencapai 1.337 mg/100 g. Jumlah itu jauh di atas salmon (820 mg/100 g). Selain itu kandungan DHA (docosahexaenoic acid) sidat juga tinggi mencapai 742 mg/100 g; salmon (492 mg/100 g). EPA dan DHA merupakan asam lemak esensial yang populer disebut omega 3. EPA dan DHA dapat mencegah serangan jantung serta meningkatkan imunitas tubuh.

kabayaki-2Beragam menu sidat pun hadir saat musim panas itu. Menurut Shoji, menu itu antara lain shiro-yaki atau sidat bakar polos. Potongan sidat itu disantap bersama wasabi, kecap asin ataupun irisan lobak. Gigitan daging sidat panggang tersebut begitu lembut dan ringan di mulut. Nah menu lainnya adalah umaki berupa dadar telur dengan isi shiroyaki atau kabayaki. Atau uzaku, berupa acar dengan potongan sidat dan mentimun.

Tidak hanya variasi menu, cara pengolahan sidat menurut Shoji beraneka. Yang populer dengan cara membelah sidat,  lalu kepala dan tulang disingkirkan. Selanjutnya daging ditusuk dan dipanggang. Cara membelah sidat juga beragam. Orang kanto yang dipengaruhi budaya samurai menghindari membelah sidat mulai dari bagian perut. Itu karena kemiripan dengan tradisi harakiri atau bunuh diri dengan cara merobek perut. Cara yang mereka tempuh adalah membelah sidat dari bagian punggung. Cara berbeda dilakukan warga Kansai dengan membelah sidat dari perut.

Pengolahan sidat memiliki cara tersendiri.  Di Kanto, sidat dikukus terlebih dulu hingga matang sebelum dipanggang. Tujuannya untuk mengurangi kandungan lemak. Mafhum saja sewaktu dikukus, kandungan lemak menjadi jauh berkurang. Sementara itu di Kansai, sidat langsung dipanggang tanpai dikukus terlebih dahulu. Walhasil sidat panggang ala Kansai lebih berlemak di Kanto.

Sejatinya kelezatan kabayaki tidak hanya dinikmati di Jepang. Di tanahair pun beragam restoran jepanng menyajikan olahan kabayaki. Sebut saja sebuah restoran di hotel berbintang lima di kawasan Jakarta Pusat. Di sana potongan kabayaki disajikan dengan tumis kol danacar. Harganya Rp250.000—Rp400.000 per porsi. Sumber sidat restoran tersebut masih impor. Padahal sidat lokal seperti Anguilla bicolor berpeluang menjadi bahan baku olahan kabayaki.

kabayaki-3Sebut saja pengalaman Helmi Sukantiyo, peternak sidat di Purwokerto, Jawa Tengah yang memasarkan olahan kabayaki dari A. bicolor dalam acara Japan Food Expo.Respon pengunjung luar biasa dan kebanyakan menyatakan rasa kabayaki tidak jauh berbeda dengan A. japonica yang selama ini lazim diolah di Jepang. Menurut Tetuko Ragil Prasetyo, koki  kabayaki di Purwokerto, agar kualitas olahan kabayaki mumpuni perlu bahan baku sidat berkualitas. Salah satu syarat utama adalah sidat harus bebas bau tanah. Selain itu sidat yang diolah harus mempunyai kandungan lemak yang cukup supaya tidak lekas gosong ketika diolah menjadi kabayaki. Ciri lain tekstur sidat lembuk dan empuk.

Nah supaya sidat mempunyai kandungan lemak yang cukup, pakan budidaya sidat perlu berkadar lemak 20%, 45% protein, 15—18% karbohidrat.  Lewat pengolahan tepat sidat lokal pun tidak kalah dengan sidat asli Jepang menjadi aneka olahan kabayaki (Faiz Yajri).

Peluang Budidaya Ikan Sidat. Harganya Selangit

Halali Sahri No comments
BANYUWANGI - Perkembangan sidat, ikan air tawar yang menyerupai ular di wilayah Banyuwangi terus menggeliat.

Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pudjo Hartanto ada sekitar 10 kelompok tani yang sudah melakukan pembesaran sidat di Banyuwangi.

"Produksinya per tahun sekitar 10 ton per bulan dengan kualitas ekspor. Sidat banyak digunakan sebagai bahan makanan di restoran-restoran Jepang dengan harga yang cukup mahal," kata Pudjo.

Pudjo menjelaskan, masih belum ada teknologi yang bisa menghasilkan bibit Sidat karena ikan yang berbentuk seperti ular tersebut mempunyai siklus hidup yang unik.

"Untuk bibit masih tergantung pada tangkapan alam, karena Sidat betelur di wilayah laut dan besar di air tawar," jelasnya.

Sementara itu, Daniel Amrullah (50) salah satu pembudidaya Sidat di wilayah Desa Parijatah Kulon, Kecamatan Srono, kepada Kompas.com menjelaskan, selama ini ia mendapatkan bibit Sidat masih dari luar Banyuwangi.

"Biasanya saya pesan bibit dari Mentawai, Cilacap, Pelabuhan Ratu, dan Lampung. Jangankan di Banyuwangi, di Jepang sendiri masih belum ada ilmu tekhnologi untuk pembibitan Sidat. Di sini saya hanya melakukan pembesaran," jelasnya.

Menurut Daniel, dia menggunakan bibit dengan ukuran 'finger" dengan isi per kilo sekitar 5.000 sampai 7.000 ekor.

"1 kilogram ukuran finger dalam waktu 8 bulan akan menghasilkan kurang lebih 1,25 ton sidat dengan harga jual sekitar Rp 150.000 per kilogram. Kenapa 8 bulan? Karena di usia tersebut ukuran sidat antara 3 ons sampai 6 ons dan siap dikonsumsi," ungkapnya.

"Tapi Sidat juga mempunyai golden size antara 2,5 ons hingga 3,5 ons. Ukuran itu yang sering dicari restoran-restoran Jepang sebagai bahan Unagi. Tapi kalau dibiarkan Sidat bisa besar sampai ukuran 3 meter bentuknya seperti ular," sambungnya.

Sidat yang dibudidayakan oleh Daniel banyak dijual ke Bandung, Jakarta, Surabaya dan Bali.

"Ada juga yang diekspor, tapi untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja sudah kewalahan. Jadi berapa pun banyaknya Sidat selalu laku jadi enggak pernah khawatir susah penjualannya. Banyak pembeli yang langsung datang ke sini," kata dia.

Sedangkan untuk tempat pembesaran, Daniel memanfaatkan sungai yang dialirkan ke kolam-kolam kecil di belakang rumahnya.

"Air untuk Sidat harus mengalir, agar sidatnya bergerak dan banyak makan. Karena kalo airnya diam maka Sidat akan malas makan, dan sisa pakan yang tidak termakan akan menghasilkan racun untuk sidat," kata Daniel lagi.

Daniel mengaku untuk bahan pakan dia melakukan riset sendiri dengan mencampur tepung ikan, dedak halus, tepung jagung, tapioka, dan rumput laut hingga berbentuk seperti pasta.

"Normalnya makanan yang diberikan lima persen dari berat Sidat, tapi sengaja saya tambah menjadi 7,5 persen agar cepat panen tapi tentu dengan memperkuat aliran sungai, karena sidat akan bergerak lebih cepat," tandas Daniel.

Daniel memprediksi budidaya Sidat di Banyuwangi akan terus berkembang pesat karena Sidat menjadi salah satu hidangan utama yang terpopuler di Jepang.

"Selain Unagi ada juga Unadon, sidat bakar yang disajikan di atas nasi. Sedangkan Sidat sendiri di Jepang sudah menjadi ikan langka dan hanya 30 persen sidat dari Jepang sendiri yang digunakan sisanya yang ekspor salah satunya dari wilayah Banyuwangi," cetus Daniel.
Entries RSS Comments RSS

Copyright © Info Sidat Bagus
Powered by Blogger
Design by N.Design Studio
Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com